Gudang Garam mengalami penurunan laba hingga 82% dan terancam bangkrut akibat serbuan rokok ilegal, naiknya cukai, hingga minim inovasi. Simak analisi

Ilustrasi: Pekerja pabrik rokok tengah menghadapi ketidakpastian ekonomi. (Sumber: Kompas Palu)

Kenapa Gudang Garam Terancam Bangkrut? Ini Fakta Mengejutkannya!
Perusahaan rokok raksasa Gudang Garam kini berada di ujung tanduk.

Tak banyak yang mengira bahwa perusahaan sebesar dan setgguh Gudang Garam bisa sampai mengalami penurunan drastis dalam waktu singkat.

Padahal, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia—bahkan menurut WHO, lebih dari 73,2% pria Indonesia adalah perokok aktif.

Lalu, kenapa industri yang terlihat begitu kokoh justru mulai rapuh? Apa yang membuat Gudang Garam sampai terancam bangkrut?

Laba Anjlok hingga 82%, Gudang “Garam”
Bayangkan, di tahun 2019 Gudang Garam mencatat laba bersih Rp10,8 triliun—sebuah angka yang mencerminkan dominasi kuat di pasar.

Tapi siapa sangka, tahun 2024 ini, laba bersihnya tinggal Rp981 miliar, anjlok lebih dari 82% dibandingkan tahun sebelumnya.

Tak hanya itu, harga saham Gudang Garam juga ikut longsor sekitar Rp90. 000 per lembar menjadi cuma Rp9. 600-an.

Ini bukan sekadar refleks biasa, tapi alarm bahaya bahwa ada krisis struktural yang sedang terjadi di balik industri rokok Indonesia.

Pajak Tinggi dan Daya Beli Stagnan
Rokok memang mencatat pemasukan besar untuk negara.

Pemerintah mendapat lebih dari Rp5. 300 dari setiap bungkus rokok seharga Rp10. 000, melalui pajak bea cukai, PPN, dan pajak rokok. 

Tahun 2022 saja, total penerimaan negara dari cukai rokok mencapai Rp226 triliun—jauh melebihi laba gabungan seluruh BUMN nasional.

Namun ironisnya, saat beban pajak semakin tinggi, daya beli masyarakat stagnan.

Banyak konsumen mulai “irit” dalam belanja rokok, apalagi sejak pemerintah menaikkan harga jual eceran (HJE) per Januari 2025.

Serbuan Rokok Ilegal Bikin Industri Resmi Menjerit
Satu hal yang paling memukul Gudang Garam adalah semakin brutalnya peredaran rokok ilegal. Dalam lima bulan pertama tahun 2025, Bea Cukai Jawa Tengah dan DIY sudah menyita lebih dari 61 juta batang rokok ilegal.

Rokok tanpa bea cukai ini dijual jauh lebih murah, dan langsung jadi saingan bagi produsen resmi.

Akibatnya? Penjualan Gudang Garam anjlok di semua lini:

Ekspor turun 12,1%

Penjualan lokal turun 17%

Industri ini seperti dihantam dari dua arah: kalah bersaing di dalam negeri dan lesu permintaan di luar negeri.

Terlambat Berinovasi, Tertinggal di Pasar Vape

Seiring berjalannya waktu, tren rokok mulai bergeser ke produk elektrik atau vape.

Banyak pemain besar mulai menggarap pasar baru ini. Tapi Gudang Garam masih bertahan di rokok konvensional.

Lagi-lagi, ini jadi masalah.Ketika kompetitor sudah mulai menyasar generasi muda lewat produk inovatif seperti rokok elektrik dan pod system, Gudang Garam justru tampak lambat beradaptasi.

Situasinya bisa disamakan dengan Nokia saat era smartphone datang—terlambat bertindak, dan akhirnya tergilas.

Stok Tembakau Menumpuk, Petani Menjerit

Parahnya lagi, karena penjualan terus menurun, Gudang Garam kini menahan pembelian tembakau dari petani.

Bahkan, stok tembakau mereka sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi hingga empat tahun ke depan.

Dampaknya? Ribuan petani di Temanggung dan daerah penghasil tembakau lainnya tidak bisa menjual hasil panennya.

Ini bukan hanya menghantam perusahaan, tapi menghancurkan kehidupan masyarakat desa yang menggantungkan kehidupan pada tanaman tembakau.

Ancaman Domino: Jika Gudang Garam Ambruk, Siapa Menyusul?

Kalau Gudang Garam sampai runtuh, dampaknya bisa jadi bencana nasional. Jangan lupa, industri rokok menyerap sekitar 5–6 juta tenaga kerja, dari petani, buruh linting, pengemas, sampai pengecer di warung.

Gudang Garam sendiri mempekerjakan lebih dari 20 ribu karyawan langsung. Jika mereka tumbang, maka ratusan ribu pekerja lainnya yang berada di rantai pasok dan distribusi juga bisa ikut terdampak. 

Di tengah kondisi perekonomian yang belum pulih sepenuhnya, hal ini bisa memicu gelombang penurunan baru.

Negara Ikut Rugi: Pendapatan Cukai Bisa Amblas

Rokok adalah penyumbang utama penerimaan cukai. Jika produsen rokok resmi kalah dan pasarnya diambil alih oleh rokok ilegal, negara bisa kehilangan pemasukan triliunan rupiah.

Uang dari cukai rokok selama ini digunakan untuk program kesehatan, pembangunan, dan perlindungan sosial.

Jadi, jika ada bea cukai, bukan hanya sektor industri yang terdampak, tapi juga pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur bisa terganggu.

Apa yang Harus Dilakukan?

Inovasi Segera! Gudang Garam dan pemain besar lainnya harus mulai beralih ke segmen rokok modern seperti vape atau heat-not-burn (rokok elektrik)

Efisiensi Produksi. Perbaikan di lini produksi dan distribusi harus dilakukan agar bisa bersaing dengan produk murah ilegal.

Intervensi Pemerintah. Negara harus lebih aktif membasmi rokok ilegal dan memberikan insentif bagi produsen resmi agar tetap bisa hidup dan menyerap tenaga kerja.

Kesimpulan: Bukan Cuma Soal Bisnis, Tapi Ekosistem Ekonomi

Nasib Gudang Garam adalah cerminan lemahnya ekosistem industri yang tak adaptif.

Jika tidak segera berubah, bukan hanya satu perusahaan yang berkembang, tapi bisa mengguncang perekonomian nasional secara luas. Dari satu batang rokok, ada mata relaksasi jutaan orang yang tersambung.

Maka, saat Gudang Garam mulai goyah, kita semua patut waspada. Ini bukan sekadar kisah perusahaan besar yang kehilangan pamor.

Ini adalah peringatan keras bahwa di balik industri besar, ada jutaan nyawa yang bergantung padanya.

Ditulis oleh: Akbar

Disusun oleh: Nara

Diterbitkan: 21 Juni 2025 | 11:25 WITA

Disclaimer: Artikel ini ditulis untuk tujuan dan informasi analisis ekonomi. Tidak bermaksud untuk menjelekkan pihak manapun. Semua data berdasarkan sumber resmi yang tersedia hingga Juni 2025.